KAYU JATI BERKUALITAS DI ATAS LADANG MINYAK

KAYU JATI BERKUALITAS DI ATAS LADANG MINYAK

KABUPATEN Blora, Jawa Tengah, memiliki banyak tempat wisata yang cocok untuk berlibur. Anda bisa mengunjungi Gua Terawang, Waduk Tempuran dan Wisata Kereta melalui hutan jati. Kesenian barongan dan tayub yang memukau tak kalah kondang di kalangan wisatawan.

Blora juga memiliki aneka makanan dan minuman khas. Sebut saja sate ayam khas Blora, lontong tahu, limun kawis, serabi, es cau, tempe goreng garing khas Blora, dan moho. Tak hanya itu potensi Blora. Kabupaten Blora menjadi sorotan dunia ketika terjadi penemuan Blok Cepu yang memiliki cadangan minyak bumi 250 juta barel. Padahal sejatinya, sejak zaman penjajahan Belanda, kawasan ini telah beken sebagai penghasil minyak.

Untuk menutupi aktivitas pengeboran, Belanda menanam pohon jati di Blora. Pohon jati ini bermanfaat ganda. Selain menutupi ladang minyak, pohon jati tumbuh dengan baik di tanah kapur dan menghasilkan kayu jati kualitas unggulan.

Kehadiran pohon jati ini membawa nilai ekonomis buat warganya. Tangan terampil warga Blora telah menghasilkan berbagai perkakas rumah tangga yang terbuat dari kayu jati, dengan ukiran yang khas.

Nah, di salah satu wilayah di Blora, tepatnya di Kecamatan Jepon, ada sebuah sentra furnitur berbahan kayu jati. Daerah ini memiliki kayu jati yang berlimpah dengan kualitas unggul. Di sentra ini, setidaknya terdapat 51 perajin furnitur. Dari jumlah ini, ada sekitar 12 perajin yang memiliki skala usaha besar.

Salah satu pengusaha yang mengembangkan bisnis ukiran furnitur kayu jati adalah Suyatmin. Pemilik UD Jati Barokah ini mulai menekuni bisnis kayu jati sejak 1996. Sebelumnya, Suyatmin hanyalah buruh pada seorang pengusaha ukir di Blora. Tepatnya, pekerjaan Suyatmin adalah menjadi buruh potong kayu gelondongan. "Tapi, saya belajar dari para perajin yang merupakan pionir usaha ukir di daerah Jepon," ujar pria 34 tahun ini.

Suyatmin bercerita, sekitar tahun 1990-an, di sentra ini hanya terdapat dua perajin. Namun, melimpahnya bahan baku kayu jati membuat warga menjadikannya sebagai salah satu mata pencaharian. Akhirnya, seiring dengan permintaan pasar yang kian banyak, jumlah perajin kayu jati di Jepon juga makin bertambah.

Usaha Suyatmin, belakangan, menarik minat Juminah, adik Suyatmin, untuk ikut berbisnis. "Saya melihat usaha ukir furnitur di sini semakin maju karena pesanannya juga terus berdatangan," ujarnya. Pemilik UD Jati Murni ini biasa membuat produk peralatan rumah tangga. Dia telah menghasilkan satu set kursi, tempat tidur, dan almari. Juminah mengaku paling banyak menerima pesanan almari.

Dalam satu bulan, Suyatmin berhasil mengumpulkan omzet Rp 60 juta. Dia mempekerjakan 36 orang karyawan. Padahal, saat memulai usaha, Suyatmin sama sekali tak memiliki karyawan. Kala itu, dia hanya bisa meraup omzet sekitar Rp 300.000 per bulan. Sedangkan Juminah bisa meraup omzet Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per bulan. Perempuan berusia 32 tahun ini sekarang memiliki sekitar delapan orang karyawan.

Silakan Pilih Kayu Jati Rakyat atau Jati Lelang

Kayu jati Blora memang memiliki kualitas unggul. Bahkan, para perajin di Blora mengklaim sejawatnya di Jepara yang terkenal dengan produksi mebel ukiran kayu jati sangat tergantung dari pasokan kayu jati dari Blora.

Lantas, apa pembeda mebel Blora dan Jepara? Furnitur Jepara lebih unggul pada jenis ukiran yang komplek. Adapun mebel Blora memiliki struktur rangka yang kuat. "Kekuatan rangka ini membuat furnitur Blora lebih awet," kata Suyatmin, perajin furnitur di sentra furnitur kayu jati di Jepon, Blora.

Kisah kelebihan dan kekurangan mebel bikinan Jepara dan Blora ini tak tercipta dalam sekejap. Awalnya, warga Blora hanya memasok kayu jati gelondongan saja ke Jepara. Lambat laun, masyarakat Blora, khususnya di Kecamatan Jepon, mulai mengolah hasil buminya secara mandiri.

Keberadaan perusahaan pertambangan minyak di Blora sangat membantu mereka dalam mengembangkan usaha. Suyatmin mengatakan, perusahaan tambang minyak pelat merah, Pertamina, mendukung kelangsungan bisnis kayu jati di Jepon.

Bentuk dukungan itu, ungkap Suyatmin, adalah perusahaan penggali minyak tersebut mau menggandeng warga setempat sebagai mitra binaan. "Tak hanya membantu pemasaran, mereka sering mengadakan pelatihan dan penyuluhan mengenai pengembangan usaha," jelas Suyatmin.

Wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan ini berimbas pada penjualan mereka yang terus meningkat. Juminah, perajin furnitur di Jepon lainnya, menceritakan, pada masa awal pembinaan, ada beberapa staf perusahaan yang membeli furnitur dari perajin. Setelah itu, informasi tentang mebel Blora ini menyebar dari mulut ke mulut ke masyarakat dan berhasil mengundang ketertarikan mereka untuk membeli furnitur Blora.

Nah, untuk memenuhi permintaan furnitur dari pelanggan, perajin mengandalkan dua sumber bahan baku utama. Pertama, kayu jati rakyat atau lebih terkenal dengan sebutan kayu jati kampung. Kedua, kayu jati dari Dinas Perhutani yang biasa menjual kayu jati melalui sistem lelang.

Meski sama-sama kayu jati, Suyatmin mengatakan kedua jenis kayu jati ini memiliki perbedaan dari segi harga maupun kualitas. Kayu jati kampung memiliki kualitas yang di bawah standar tapi perajin mudah mendapatkannya dengan harga yang murah. Sedangkan kayu jati Perhutani terkenal dengan kualitas yang bagus tapi harganya juga mahal. "Prinsipnya, ada uang ada barang," ujar Suyatmin.

Untungnya, pembeli mebel kayu jati itu bukan konsumen sembarangan. Kasio, pemilik UD Karya Abadi Sejahtera mengatakan, kini, konsumen tak hanya membeli furnitur dari yang berbahan jati biasa. "Ada prestise tersendiri, makanya banyak konsumen yang mencari furnitur dari kayu jati yang benar-benar berkualitas," ujar Kasio.

Untuk mendongkrak omzet, para perajin ini punya strategi khusus. Mereka tak hanya menjual mebel kepada individu. Perajin juga menjual furniturnya ke pabrik penadah. "Kami membuat furnitur setengah jadi dan pabrik yang melakukan finishing," ujar Suyatmin.

Strategi ini ampuh dalam mendongkrak pendapatan. Soalnya, perajin menjual 70% produknya ke pabrik dan sisanya baru pada perorangan. "Itu karena manajemen pemasaran di pabrik sudah jauh lebih matang dalam memasarkan produk furnitur," jelas Kasio.

Panas dan Hujan Menaikkan Mutu Kayu

Bukan lantaran jumlah yang melimpah bila Anda melihat banyak kayu jati yang berserakan begitu saja di Kecamatan Jepon, Blora, Jawa Tengah. Para perajin furnitur di Jepon sengaja membiarkan kayu jati tergeletak di udara terbuka.

Sengatan panas dan derasnya hujan ternyata bisa menambah kualitas kayu jati blora, yang dari aslinya sudah bagus. Suyatmin, perajin sentra furnitur kayu jati Jepon, mengatakan, kayu jati termasuk jenis kayu yang semakin kuat jika terkena panas dan hujan. "Proses ini membuat motif kayu semakin indah," kata Suyatmin.

Ketika ada order furnitur masuk, barulah perajin mengolah kayu jati. Proses pembuatan furnitur berbahan kayu jati ini tak mudah. Tak cuma butuh peralatan khusus, perajin juga harus jeli dalam mendesain furnitur. Membuat desain barang ini menjadi proses pertama pembuatan furnitur.

Ada beberapa pelanggan yang sudah membawa desain furnitur lengkap dengan gambar ketika barang jadi. Kasio, pemilik UD Karya Abadi Sejahtera, mengatakan, pelanggan perorangan yang kerap membawa desain sendiri. "Tapi, ada juga furnitur yang kami desain sendiri," kata Kasio.

Proses berikutnya adalah pemotongan kayu jati. Pemotongan ini harus sesuai dengan desain yang sudah ada. Menurut Suyatmin, perajin harus teliti dan hati-hati dalam memotong kayu. "Salah memotong berarti harus mengganti dengan kayu jati gelondongan yang lebih baru," ujar Suyatmin.

Setelah pemotongan, perajin memasuki proses penyerutan atau pembubutan kayu sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah itu, perajin memahat kayu memakai alat khusus untuk mengukir. Bentuk ukiran juga harus benar-benar sesuai desain agar pelanggan tidak kecewa.

Bagi pelanggan individu, para perajin memesan jok dari pemasok jok. Setelah itu, perajin tinggal memvernis agar warna kayu lebih jelas. Bila perajin menjual mebel ke pabrik, mereka tak perlu melakukan finishing dan pemasangan jok. "Itu urusan pabrik," kata Suyatmin.

Lama pengerjaan furnitur ini memakan waktu empat hari hingga tujuh hari. "Tergantung dari kerumitan ukiran," ujar Juminah, pemilik UD Jati Murni. Rupanya, para perajin ini tidak membiarkan sisa-sisa kayu furnitur terbuang begitu saja. Beberapa batang kayu yang lebih kecil mereka manfaatkan sebagai perkakas rumah, seperti vas bunga, tempat tisu, tatakan gelas, dan beberapa hiasan atau pernak-pernik lainnya.

Hasil kerajinan yang lebih kecil ini mereka jual di show-room yang mereka miliki. Di Jepon, setidaknya terdapat sebanyak 74 showroom khu-sus pernak-pernik kayu jati. Setiap perajin bisa memiliki lebih dari satu showroom. Harga pernak-pernik ini bervariasi, dari harga Rp 3.000 hingga Rp 750.000.

Ubah Strategi Jualan agar Bisa Bertahan

Pasar furnitur jati di Jepon, Blora memang cukup besar, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Namun, laiknya bisnis lain, usaha furnitur dari kayu jati pun tak lepas dari hambatan dan tantangan. Kendala pertama, yang kini dihadapi para perajin furnitur di Jepon adalah ian sulitnya mereka mendapatkan bahan baku kayu jati berkualitas.

Kesulitan bahan baku ini berawal sejak krisis moneter dan runtuhnya Orde Baru tahun 1998. Kala itu, hutan Blora dijarah habis-habisan oleh masyarakat dan para oknum petugas. Sejak itu, para pengusaha furnitur mulai kesulitan mendapatkan pohon jati dengan diameter di atas satu meter atau yang berusia sekitar 70 tahun, yang dulu sangat mudah dijumpai.

Mau tak mau, mereka harus merogoh kocek lebih dalam jika ingin mendapatkan kayu dengan kualitas super. "Kalau bahan baku mahal, jatuhnya harga jual produk ikut meroket," jelas Kasio, salah satu perajin furnitur disentraini. Tantangan kedua adalah krisis keuangan global yang membuat permintaan dari luar negeri turun. Ini langsung menohok momzet para perajin furniture di Blora.

Sebab, "Jujur saja, pembeli yang berasal dari luar negeri sangat banyak, bisa mencapai 70% dari total pangsa pasar yang ada," ujar Suyatmin, salah satu pemilik usaha furnitur di kawasan ini. Agar bisa bertahan di tengah paceklik order dari luar negeri, para pengusaha pun dengan gesit menyasar pembeli lokal. "Strategi kami ganti, menjadi 70% untuk lokal.

Ternyata antusiasmenya juga lumayan besar, jadi menolong kami dari kebangkrutan," timpal Juminah. Hambatan ketiga, sistem pembayaran yang bermodal saling percaya tak selamanya mendatangkan keuntungan. Suyatmin, misalnya, pernah tertipu Rp 100 juta pada awal usahanya. "Karena itu, kami memperketat pembelian harus menggunakan uang muka," ujarnya.

Tantangan lain, perajin juga harus cermat mengalokasikan biaya operasional agar efektif dan tetap menyisakan untung yang lumayan buat mereka. Salah satu biaya yang harus mereka keluarkan adalah sewa lahan show room yang rata-rata Rp 90.000 per bulan. "Tanahnya milik pemerintah daerah, sedangkan bangunannya menjadi milik kami," jelas Kasio.

Selain itu, mereka juga harus menggaji karyawan dan membayar biaya prmosi dan pemasaran. Untuk mempromosikan produknya, para perajin umumnya memasang iklan di internet dan radio. "Iklan di internet juga lumayan menambah pemasukan kami," ujar Kasio. Mengelola pekerja juga menjadi hal penting dalam bisnis ini.

Sebab, pekerja di industri mebel kayu jati ini umumnya juga adalah petani yang menyambi sebagai pekerja di pabrik mebel kala banjir datang. Maklum, kawasan Blora memang rawan banjir. Kebanyakan pekerja tersebut tak memiliki keahlian membuat mebel. Sementara orang yang mahir sudah umumnya memilih usaha sendiri.

"Itu berarti kami harus mencari karyawan baru," ujar Suyatmin. Untuk mengatasi masalah minimnya kemampuan pekerja, Suyatmin terjun langsung dalam pembuatan furnitur. "Saya masih membuat furnitur dan memasarkannya sendiri," imbuhnya.